Senin, 12 Oktober 2015

candi borobudur di jawa tengah | Borobudur temple in Central Java

Keindahan Borobudur di Indonesia - Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia,[1][2] sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.[3]


Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.[4] Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.[3] Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).

Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.[5] Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.

Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam.[6] Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.[3]

Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan

Borobudur, or Barabudur, is a 9th-century Mahayana Buddhist Temple in Magelang, Central Java, Indonesia. The monument consists of nine stacked platforms, six square and three circular, topped by a central dome. The temple is decorated with 2,672 relief panels and 504 Buddha statues. The central dome is surrounded by 72 Buddha statues, each seated inside a perforated stupa.[1] It is the world’s largest Buddhist temple,[2][3] as well as one of the greatest Buddhist monuments in the world.[4]





Built in the 9th century during the reign of the Sailendra Dynasty, the temple was designed in Javanese Buddhist architecture, which blends the Indonesian indigenous cult of ancestor worship and the Buddhist concept of attaining Nirvana.[4] The temple also demonstrates the influences of Gupta art that reflects India's influence on the region, yet there are enough indigenous scenes and elements incorporated to make Borobudur uniquely Indonesian.[5][6] The monument is both a shrine to the Lord Buddha and a place for Buddhist pilgrimage. The journey for pilgrims begins at the base of the monument and follows a path around the monument and ascends to the top through three levels symbolic of Buddhist cosmology: Kāmadhātu (the world of desire), Rupadhatu (the world of forms) and Arupadhatu (the world of formlessness). The monument guides pilgrims through an extensive system of stairways and corridors with 1,460 narrative relief panels on the walls and the balustrades. Borobudur has the largest and most complete ensemble of Buddhist reliefs in the world.[4]


Evidence suggests Borobudur was constructed in the 9th century and abandoned following the 14th-century decline of Hindu kingdoms in Java and the Javanese conversion to Islam.[7] Worldwide knowledge of its existence was sparked in 1814 by Sir Thomas Stamford Raffles, then the British ruler of Java, who was advised of its location by native Indonesians. Borobudur has since been preserved through several restorations. The largest restoration project was undertaken between 1975 and 1982 by the Indonesian government and UNESCO, following which the monument was listed as a UNESCO World Heritage Site.[4]

Borobudur is still used for pilgrimage; once a year, Buddhists in Indonesia celebrate Vesak at the monument, and Borobudur is Indonesia's single most visited tourist attraction.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar